Senin, 05 September 2011

Setitik Kisah Komandan PSSI

Kita mungkin bertanya-tanya siapa saja orang yang pernah memimpin PSSI. Pada awal terbentuknya PSSI masa jabatan ketua umum tidak menentu dikarenakan Indonesia pada masa itu masih dalam masa penjajahan Belanda, namum saat ini, masa jabatan Ketua Umum PSSI adalah 4 tahun. Berikut adalah daftar Ketua Umum PSSI :
Soerati
1. Ir. Soeratin Sosrosoegondo lahir di Yogyakarta pada 17 Desember 1898 adalah seorang insinyur Indonesia. Ia juga adalah ketua umum PSSI periode 1930-1940. Ia adalah salah satu pendiri sekaligus ketua umum PSSI yang pertama. Beliau wafat 1 Desember 1959.










2. Artono Martosoewignyo menjadi Ketua Umum PSSI menggantikan Soeratin mulai dari tahun 1941 sampai dengan tahun 1949.

Maladi
3. R. Maladi lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 30 Agustus 1912 adalah mantan Menteri Penerangan (1959-1962) dan mantan Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga (1964-1966). Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum PSSI periode 1950-1959. Beliau meninggal di Jakarta, 30 April 2001 pada umur 88 tahun. 







4. Abdul Wahab Djojohadikoesoemo meimpin PSSI dari tahun 1960 menggantikan Maladi, Abdul Wahab memimpin PSSI sampai dengan 1964.

Saelan
5. Maulwi Saelan  lahir di Makassar Sulawesi Selatan, tanggal 8 Agustus 1928 beliau adalah satu pemain sebak bola legendaris dan juga pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia juga pernah menjadi salah satu ajudan pribadi presiden Soekarno. Selain itu ia dikenal juga sebagai pendiri Taman Siswa Makassar.
Kosasih Poerwanegara
6. Mohammad Kosasih Purwanegara Lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 13 Maret 1913adalah Menteri Sosial pada Kabinet RIS. Selain sebagai Menteri Sosial, ia juga aktif dalam berbagai organisasi sosial, perdagangan, dan keolahragaan salah satunya adalah Ketua Umum PSSI 1967-1975.













7.  Bardosono pernah memimpin PSSI dari tahun 1975 sampai dengan Tahun 1977, kemudian beliau digantikan oleh Moehono

8.  Moehono adalah pemegang tongkat pemimpin PSSI setelah Bardosono. Moehono memimpin PSSI hanya beberapa bulan yaitu tahun 1977 kemudian bel digantikan oleh Ali Sadikin



Ali Sadikin
9. Ali Sadikin lahir di Sumedang, Jawa Barat, pada tanggal 7 Juli 1927 adalah seorang letnan jenderal KKO-AL (Korps Komando Angkatan Laut) yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur Jakarta pada tahun 1966. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Deputi Kepala Staf Angkatan Laut, Menteri Perhubungan Laut Kabinet Kerja, Menteri Koordinator Kompartemen Maritim/Menteri Perhubungan Laut Kabinet Dwikora dan Kabinet Dwikora yang disempurnakan di bawah pimpinan Presiden Soekarno. Ali Sadikin menjadi gubernur yang sangat merakyat dan dicintai rakyatnya. Karena itu ia disapa akrab oleh penduduk kota Jakarta dengan panggilan Bang Ali sementara istrinya, Ny. Nani Sadikin, seorang dokter gigi, disapa Mpok Nani. Ali Sadikin Memimpin PSSI mulai tahun 1977 sampai dengan 1981. Kemudian ia di gantikan oleh Sjarnoebi Said, beliau meninggal di Singapura pada tanggal 20 Mei 2008di usia 80 tahun.

Sjarnoebi Said
10. Sjarnoebi Said lahir pada tanggal 18 Januari 1927 merupakan seorang ketua umum PSSI periode 1981-1985. Dia terpilih sebagai Ketua Umum PSSI dalam Kongres PSSI di Jakarta pada 19-21 Desember 1981. Pada masanya, Sjarnoebi pernah memperbolehkan pemain asing berlaga di Indonesia. Hal itu terjadi pada Galatama 1982-83. Namun, pada masa kepemimpinannya pula, 7 Juni 1983, ia melarang penggunaan pemain asing untuk berlaga di Indonesia. Ia pembina klub tulen. Klub miliknya, Kramayudha Tiga Berlian, dua kali menjuarai Galatama dan tiga kali Piala liga serta peringkat ketiga Piala Antarklub Asia 1986. Ia meninggal dunia pada 13 April 2001 Pada usia 74 tahun. Pada tahun 2005, untuk mengabadikan namanya, diselenggarakan Piala Sjarnoebi Said di Palembang. Di turnamen ini PSM Makassar tampil sebagai juara.

11. Kardono adalah Ketua Umum PSSI pengganti Ali Sadikin. Kardono memimpin PSSI mulai tahun1983 sampai dengan tahun 1991. Kemudian beliau digantikan oleh Azwar Anas.

Azwar Anas
12. Azwar Anas lahir di Padang, Sumatera Barat, 2 Agustus 1931 adalah mantan Ketua umum PSSI periode tahun 1991 sampai dengan tahun 1999. Beliau juga mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada Kabinet Pembangunan VI (1993-1998). Sebelumnya ia menjabat sebagai Menteri Perhubungan Indonesia pada Kabinet Pembangunan V (1988-1993). Sebelumnya dia menjabat sebagai Gubernur Sumatera Barat selama dua periode (1977-1987).












Agum Gumelar

13. Agum Gumelar lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada tanggal 17 Desember 1945 adalah mantan Ketua Umum PSSI periode 1999 sampai dengan tahun 2003. Beliau juga mantan Menteri Perhubungan pada Kabinet Gotong Royong. Ia adalah lulusan tahun 1969 dari Akademi Militer Nasional Magelang dan pernah menjadi Danjen KOPASUS pada periode Juli 1994 sampai dengan September 1995. 







Nurdin Khalid
14. Nurdin Khalid lahir di Watampone, Sulawesi Selatan, Indonesia, pada tanggal 17 November 1958 adalah seorang pengusaha dan politikus Indonesia. Ia adalah Ketua Umum PSSI pada periode tahun 2003 sampai dengan 1 April 2011 dan beliau juga pernah menjadi anggota DPR-RI dari Partai Golkar pada tahun 1999—2004. Nurdin banyak dikecam oleh masyarakat pencita sepak bola tanah air dikarenakan banyaknya kasus hukum yang dialami dirinya. Nurdin terpilih sebagai Ketua PSSI pada tahun 2003. Ia dikenal sebagai ketua PSSI yang kontroversial. Dia menjalankan organisasi dari balik terali besi penjara, mengumumkan ide menaturalisasikan pemain asing, menambah jumlah peserta Liga Indonesia tiap tahun sehingga tidak ada klub yang terdegradasi, menentang penghentian pengucuran dana APBD untuk klub, dan mengurangi sanksi Persebaya yang sebelumnya terlibat kerusuhan pertandingan secara besar-besaran (dari larangan main di kandang selama dua tahun menjadi hanya larangan sebanyak 3 kali pertandingan kandang).

15. Agum Gumelar kembali memimpin PSSI namun bukan dari hasil pemilihan dalam kongres PSSI. Agum Gumelar kembali memimpin PSSI diarenakan terjadinya kekisruhan di tubuh PSSI. Kisruh di PSSI semakin menjadi-jadi semenjak munculnya LPI. Ketua Umum Nurdin Halid melarang segala aktivitas yang dilakukan oleh LPI. Pada Kongres PSSI tanggal 26 Maret 2011 di Pekanbaru, Riau, masalah kekisruhan di tubuh PSSI seperti disengaja disembunyikan dari publik dengan cara mengadakan kongres secara tertutup. Kongres tersebut pada akhirnya tidak berhasil diselenggarakan karena terjadi kekisruhan mengenai hak suara. Pada 1 April 2011, Komite Darurat FIFA memutuskan untuk membentuk Komite Normalisasi yang akan mengambil alih kepemimpinan PSSI dari komite eksekutif di bawah pimpinan Nurdin Halid.Komite Darurat FIFA menganggap bahwa kepemimpinan PSSI saat ini tidak dapat mengendalikan sepak bola di Indonesia, terbukti dengan kegagalannya mengendalikan LPI dan menyelenggarakan kongres. FIFA juga menyatakan bahwa 4 orang calon Ketua Umum PSSI yaitu Nurdin Halid, Nirwan Bakrie, Arifin Panigoro, dan George Toisutta tidak dapat mencalonkan diri sebagai ketua umum sesuai dengan keputusan Komite Banding PSSI tanggal 28 Februari 2011. Selanjutnya, FIFA mengangkat Agum Gumelar sebagai Ketua Komite Normalisasi PSSI. Setelah melalui serangkaian kegagalan, termasuk kembali gagalnya penyelengaraan Kongres tanggal 20 Mei 2011 di Jakarta, akhirnya dalam Kongres Luar Biasa tanggal 9 Juli 2011 di Solo, Djohar Arifin Husin terpilih sebagai Ketua Umum PSSI periode 2011-2015.

Djohar Arifin Husin
16. Djohar Arifin Husin lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Utara, Indonesia, pada tanggal 13 September 1950 adalah Ketua Umum PSSI sejak 9 Juli 2011 untuk periode 2011—2015 menggantikan Nurdin Halid. Sebelumnya ia pernah menjabat Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia di bawah pimpinan Agum Gumelar dan Pengurus Daerah PSSI Sumatera Utara. Selain itu juga aktif sebagai guru besar di Universitas Islam Sumatera Utara dan staf ahli Menteri Pemuda dan Olahraga Indonesia. Pada masa mudanya, ia pernah aktif sebagai pemain dan juga wasit sepak bola tingkat nasional. Ia terpilih sebagai Ketua Umum PSSI dalam Kongres Luar Biasa PSSI pada 9 Juli 2011 di Kota Surakarta.

Demikianlah kisah perjalanan para pemimpin PSSI yang kita cintai. Hingga sampai saat ini kami sebagai pencinta sepak bola Indonesia selalu berharap kepada para pemimpin induk sepakbola Indonesia untuk selalu bekerja dan berusaha untuk membangun dan menjadikan sepak bola Indonesia menjadi lebih baik dan bebas dari kepentingan apapun di luar kepentingan sepakbola nasional.

Salam SuporterGaruda....!!!

Jumat, 02 September 2011

Arti Logo PSSI

Lambang PSSI terdiri dari gambar bola, bunga teratai, akar, ombak dan gelombang, padi, dan tulisan Football Association of Indonesia di dalam lingkaran.
Makna dari bagian-bagian gambar adalah sbb.:
1. Lingkaran : Menggambarkan Persatuan
2. Padi : Melambangkan sendi kehidupan bangsa Indonesia
3. Warna Kuning Emas : Dimaksudkan kemurnian
4. Bunga teratai : Melukiskan kesucian, yang juga dipakai oleh bangsa bangsa Asia sebagai dasar
5. Ombak dan gelombang : Melukiskan air atau pergolakan jiwa selalu bergerak dan dinamis
6. Akar Hijau : PSSI yang berakar pada teratai berarti dasar PSSI adalah kesucian dalam olahraga. Akar berwarna hijau artinya tetap muda penuh harapan dan cita-cita.
7. Latar Biru : Melambangkan udara, laut dan gunung yang berarti alam. PSSI lahir, hidup dan mati di alam Indonesia , harus merasa satu dengan tanah air dan karenanya harus setia pada tumpah darahnya
8. Bola : Bola sepakbola pada lambang PSSI mencerminkan diri dari organisasi sepakbola
9. Tulisan Football Association of Indonesia adalah terjemahan khusus Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia dalam bahasa yang dimengerti secara universal

Sumber : (http://www.pssi-football.com)

Sejarah PSSI


•  Sekilas Tentang PSSI PSSI (Persatuan Sepakbola seluruh Indonesia ) yang dibentuk 19 April 1930 di Yogyakarta. Sebagai organisasi olahraga yang dilahirkan di Zaman penjajahan Belanda, Kelahiran PSSI betapapun terkait dengan kegiatan politik menentang penjajahan. Jika meneliti dan menganalisa saat- saat sebelum, selama dan sesudah kelahirannya, sampai 5 tahun pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, jelas sekali bahwa PSSI lahir, karena dibidani politisi bangsa yang baik secara langsung maupun tidak, menentang penjajahan dengan strategi menyemai benih - benih nasionalisme di dada pemuda-pemuda Indonesia. 

•  Awal Mula Berdirinya PSSI
PSSI didirikan oleh seorang insinyur sipil bernama Soeratin Sosrosoegondo. Beliau menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman pada tahun 1927 dan kembali ke tanah air pada tahun 1928. Ketika kembali ke tanah air Soeratin bekerja pada sebuah perusahaan bangunan Belanda "Sizten en Lausada" yang berpusat di Yogyakarta. Disana ia merupakan satu - satunya orang Indonesia yang duduk dalam jajaran petinggi perusahaan konstruksi yang besar itu. Akan tetapi, didorong oleh jiwa nasionalis yang tinggi Soeratin mundur dari perusahaan tersebut.
Setelah berhenti dari "Sizten en Lausada" ia lebih banyak aktif di bidang pergerakan, dan sebagai seorang pemuda yang gemar bermain sepakbola, Soeratin menyadari sepenuhnya untuk mengimplementasikan apa yang sudah diputuskan dalam pertemuan para pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda) Soeratin melihat sepakbola sebagai wahana terbaik untuk menyemai nasionalisme di kalangan pemuda, sebagai tindakan menentang Belanda.
Untuk melaksanakan cita - citanya itu, Soeratin mengadakan pertemuan demi pertemuan dengan tokoh - tokoh sepakbola di Solo, Yogyakarta dan Bandung . Pertemuan dilakukan dengan kontak pribadi menghindari sergapan Polisi Belanda (PID). Kemudian ketika diadakannya pertemuan di hotel kecil Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta dengan Soeri - ketua VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta) bersama dengan pengurus lainnya, dimatangkanlah gagasan perlunya dibentuk sebuah organisasi persepakbolaan kebangsaan, yang selanjutnya di lakukan juga pematangan gagasan tersebut di kota Bandung, Yogya dan Solo yang dilakukan dengan tokoh pergerakan nasional seperti Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A Hamid, Soekarno (bukan Bung Karno), dan lain - lain. Sementara dengan kota lainnya dilakukan kontak pribadi atau kurir seperti dengan Soediro di Magelang (Ketua Asosiasi Muda).
Kemudian pada tanggal 19 April 1930, berkumpullah wakil - wakil dari VIJ (Sjamsoedin - mahasiswa RHS); wakil Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (BIVB) Gatot; Persatuan Sepakbola Mataram (PSM) Yogyakarta, Daslam Hadiwasito, A.Hamid, M. Amir Notopratomo; Vortenlandsche Voetbal Bond (VVB) Solo Soekarno; Madioensche Voetbal Bond (MVB), Kartodarmoedjo; Indonesische Voetbal Bond Magelang (IVBM) E.A Mangindaan (saat itu masih menjadi siswa HKS/Sekolah Guru, juga Kapten Kes.IVBM) Soerabajashe Indonesische Voetbal Bond (SIVB) diwakili Pamoedji. Dari pertemuan tersebut maka, lahirlah PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia) nama PSSI ini diubah dalam kongres PSSI di Solo 1950 menjadi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia yang juga menetapkan Ir. Soeratin sebagai Ketua Umum PSSI.
Begitu PSSI terbentuk, Soeratin dkk segera menyusun program yang pada dasarnya "menentang" berbagai kebijakan yang diambil pemerintah Belanda melalui NIVB. PSSI melahirkan "stridij program" yakni program perjuangan seperti yang dilakukan oleh partai dan organisasi massa yang telah ada. Kepada setiap bonden/perserikatan diwajibkan melakukan kompetisi internal untuk strata I dan II, selanjutnya di tingkatkan ke kejuaraan antar perserikatan yang disebut "Steden Tournooi" dimulai pada tahun 1931 di Surakarta .
Kegiatan sepakbola kebangsaan yang digerakkan PSSI , kemudian menggugah Susuhunan Paku Buwono X, setelah kenyataan semakin banyaknya rakyat pesepakbola di jalan - jalan atau tempat - tempat dan di alun - alun, di mana Kompetisi I perserikatan diadakan. Paku Buwono X kemudian mendirikan stadion Sriwedari lengkap dengan lampu, sebagai apresiasi terhadap kebangkitan "Sepakbola Kebangsaan" yang digerakkan PSSI. Stadion itu diresmikan Oktober 1933. Dengan adanya stadion Sriwedari ini kegiatan persepakbolaan semakin gencar.
Lebih jauh Soeratin mendorong pula pembentukan badan olahraga nasional, agar kekuatan olahraga pribumi semakin kokoh melawan dominasi Belanda. Tahun 1938 berdirilah ISI (Ikatan Sport Indonesia), yang kemudian menyelenggarakan Pekan Olahraga (15-22 Oktober 1938) di Solo.
Karena kekuatan dan kesatuan PSSI yang kian lama kian bertambah akhirnya NIVB pada tahun 1936 berubah menjadi NIVU (Nederlandsh Indische Voetbal Unie) dan mulailah dirintis kerjasama dengan PSSI. Sebagai tahap awal NIVU mendatangkan tim dari Austria "Winner Sport Club " pada tahun 1936.
Pada tahun 1938 atas nama Dutch East Indies, NIVU mengirimkan timnya ke Piala Dunia 1938, namun para pemainnya bukanlah berasal dari PSSI melainkan dari NIVU walaupun terdapat 9 orang pemain pribumi / Tionghoa. Hal tersebut sebagai aksi protes Soeratin, karena beliau menginginkan adanya pertandingan antara tim NIVU dan PSSI terlebih dahulu sesuai dengan perjanjian kerjasama antara mereka, yakni perjanjian kerjasama yang disebut "Gentelemen's Agreement" yang ditandatangani oleh Soeratin (PSSI) dan Masterbroek (NIVU) pada 5 Januari 1937 di Jogyakarta. Selain itu, Soeratin juga tidak menghendaki bendera yang dipakai adalah bendera NIVU (Belanda). Dalam kongres PSSI 1938 di Solo, Soeratin membatalkan secara sepihak Perjanjian dengan NIVU tersebut.
Soeratin mengakhiri tugasnya di PSSI sejak tahun 1942, setelah sempat menjadi ketua kehormatan antara tahun 1940 - 1941, dan terpilih kembali di tahun 1942.
M asuknya balatentara Jepang ke Indonesia menyebabkan PSSI pasif dalam berkompetisi, karena Jepang memasukkan PSSI sebagai bagian dari Tai Iku Kai, yakni badan keolahragaan bikinan Jepang, kemudian masuk pula menjadi bagian dari Gelora (1944) dan baru lepas otonom kembali dalam kongres PORI III di Yogyakarta (1949). 

•  Perkembangan PSSI
Pasca Soeratin ajang sepakbola nasional ini terus berkembang walaupun perkembangan dunia persepakbolaan Indonesia ini mengalami pasang surut dalam kualitas pemain, kompetisi dan organisasinya. Akan tetapi olahraga yang dapat diterima di semua lapisan masyarakat ini tetap bertahan apapun kondisinya. PSSI sebagai induk dari sepakbola nasional ini memang telah berupaya membina timnas dengan baik, menghabiskan dana milyaran rupiah, walaupun hasil yang diperoleh masih kurang menggembirakan.
Hal ini disebabkan pada cara pandang yang keliru. Untuk mengangkat prestasi Timnas, tidak cukup hanya membina Timnas itu sendiri, melainkan juga dua sektor penting lainnya yaitu kompetisi dan organisasi, sementara tanpa disadari kompetisi nasional kita telah tertinggal.
Padahal di era sebelum tahun 70-an, banyak pemain Indonesia yang bisa bersaing di tingkat internasional sebut saja era Ramang dan Tan Liong Houw, kemudian era Sucipto Suntoro dan belakangan era Ronny Pattinasarani.
Dalam perkembangannya PSSI sekarang ini telah memperluas jenis kompetisi dan pertandingan yang dinaunginya. Kompetisi yang diselenggarakan oleh PSSI di dalam negeri ini terdiri dari :
•  Divisi utama yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
•  Divisi satu yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
•  Divisi dua yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
•  Divisi tiga yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus amatir.
•  Kelompok umur yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain:
•  Dibawah usia 15 tahun (U-15)
•  Dibawah usia 17 tahun (U-170
•  Dibawah Usia 19 tahun (U-19)
•  Dibawah usia 23 tahun (U-23)
•  Sepakbola Wanita
•  Futsal.
PSSI pun mewadahi pertandingan - pertandingan yang terdiri dari pertandingan di dalam negeri yang diselenggarakan oleh pihak perkumpulan atau klub sepakbola, pengurus cabang, pengurus daerah yang dituangkan dalam kalender kegiatan tahunan PSSI sesuai dengan program yang disusun oleh PSSI. Pertandingan di dalam negeri yang diselenggarakan oleh pihak ketiga yang mendapat izin dari PSSI. Pertandingan dalam rangka Pekan Olahraga Daerah (PORDA) dan pekan Olah Raga Nasional (PON). Pertandingan - pertandingan lainnya yang mengikutsertakan peserta dari luar negeri atau atas undangan dari luar negeri dengan ijin PSSI.
Kepengurusan PSSI pun telah sampai ke pengurusan di tingkat daerah - daerah di seluruh Indonesia . Hal ini membuat Sepakbola semakin menjadi olahraga dari rakyat dan untuk rakyat.
Dalam perkembangannya PSSI telah menjadi anggota FIFA sejak tanggal 1 November 1952 pada saat congress FIFA di Helsinki. Setelah diterima menjadi anggota FIFA, selanjutnya PSSI diterima pula menjadi anggota AFC (Asian Football Confederation) tahun 1952, bahkan menjadi pelopor pula pembentukan AFF (Asean Football Federation) di zaman kepengurusan Kardono, sehingga Kardono sempat menjadi wakil presiden AFF untuk selanjutnya Ketua Kehormatan.
Lebih dari itu PSSI tahun 1953 memantapkan posisinya sebagai organisasi yang berbadan hukum dengan mendaftarkan ke Departement Kehakiman dan mendapat pengesahan melalui SKep Menkeh R.I No. J.A.5/11/6, tanggal 2 Februari 1953, tambahan berita Negara R.I tanggal 3 Maret 1953, no 18. Berarti PSSI adalah satu - satunya induk organisasi olahraga yang terdaftar dalam berita Negara sejak 8 tahun setelah Indonesia merdeka.

Sabtu, 23 Juli 2011

Ramang Legenda Makassar yang hampir terlupakan

Jangan pernah melupakan sejarah, mungkin kata itu yang mengispirasi artikel ini, maka pada kesempatan kali ini kami Ikatan Suporter Indonesia ingin memberi sedikit informasi tentang salah satu legenda sepak bola yang pernah di miliki oleh Indonesia. Indonesia pernah memiliki seseorang pemain bintang yang mungkin belum di ketahui oleh para pecinta sepak bola di negeri ini, pemain legendaris itu adalah Ramang. Mungkin para football lovers pernah mendengar kabar manis bahwa negara kita pernah menjadi macan asia bahkan sampai masuk Olimpiade Melbourne 1956. Yah... kabar tersebut benar dan salah satu pemain yang menjadi bintang saat itu adalah Ramang

Ramang adalah salah satu legenda sepak bola Indonesia yang berasal dari klub PSM Makassar yang terkenal pada tahun 1950-an. Ramang bermain pada posisi penyerang (Striker). Dia pernah mengantarkan PSM ke tangga juara pada era Perserikatan serta pernah memperkuat tim nasional sepak bola Indonesia. Mungkin football lovers pernah mendengar lagu karangan penyayi legendaris Indonesia Iwan Fals denagn liriknya

Ramang kecil Kadir kecil Menggiring bola di jalanan
Ruli kecil Riki kecil
Lika liku jebolkan gawang

Itu lah.....Ramang yang dilukiskan dalam sebuah lirik lagu. Ia bahkan sempat menjadi sumber inspirasi orang tua (pada jaman itu) untuk memberi nama kepada anak mereka. Begitu hebatnya sihir pengolahan kulit bundar yang di pertontonkan olehnya. Ramang mulai memperkuat PSM Makassar pada tahun 1947, waktu itu masih bernama Makassar Voetbal Bond (MVB). Melalui sebuah klub bernama Persis (Persatuan sepak bola Induk Sulawesi) ia ikut kompetisi PSM. Pada sebuah pertandingan, ia mencetak sebagian besar gol dan membuat klubnya menang 9-0. Sejak itulah ia dilamar bergabung dengan PSM. Ramang memang sudah mulai menendang-nendang buah jeruk, gulungan kain dan bola anyaman rotan dalam permainan sepak raga sejak berusia 10 tahun. Ayahnya, Nyo'lo, ajudan Raja Gowa Djondjong Karaenta Lemamparang, sudah lama dikenal sebagai jagoan sepakraga. Bakat Ramang memang menurun dari sang ayah. Mulanya ia memperkuat Bond Barru, kota kelahirannya, namun menjelang proklamasi 1945, ia membawa keluarganya pindah ke Ujungpandang dan meninggalkan usaha warung kopi yang ia bangun bersama istrinya. Sambil melakoni profesinya sebagai pemain sepak bola, Ramang juga menjadi seorang kenek truk dan tukang becak. Namun dalam sebuah wawancara di Majalah Tempo ( 7/10/1978), Ramang mengatakan bahwa ia terpaksa meninggalkan profesinya sebagai penarik becak karena sibuk bermain bola. Hal itu membuat kondisi keluarganya yang tinggal menumpang di sebuah rumah temannya menjadi sangat memprihatinkan. “Namun apapun yang terjadi, coba kalau isteri saya tidak teguh iman, mungkin sinting,” kata macan bola itu. Ramang memang tak bisa lepas dari lapangan sepakbola. Baginya, meninggalkan lapangan sepakbola sama saja menaruh ikan di daratan. “Hanya bisa menggelepar-gelepar lalu mati,” katanya. Bandingkan dengan pemain sepakbola saat ini.

Setahun setelah kemenangan klubnya 9-0 dalam kompetisi PSM, Ramang sudah keliling Indonesia bermain bola. Tapi ketika ia kembali ke Makassar seorang datang melamarnya bekerja sebagai opas di Dinas Pekerjaan Umum (DPU). Gajinya? Tak pernah naik tetap saja Rp3.500. Untungnya hanya satu: ia masih tetap bisa main bola. Pada tahun 1952 ia menggantikan Sunardi, kakak Suardi Arland mengikuti latihan di Jakarta. Ini menyeretnya menjadi pemain utama PSSI. Didampingi Suardi Arland di kanan dan Nursalam di kiri, ia bagai kuda kepang di tengah gelanggang. Permainannya sebagai penyerang tengah sangat mengagumkan. Maka setahun kemudian ia keliling di beberapa negeri asing. Namanya meroket menjadi pemain favorit penonton dan disegani pemain lawan.

Pada lawatannya tahun 1954 ke berbagai negeri Asia (Filipina, Hongkong, Muangthai, Malaysia) PSSI hampir menyapu seluruh kesebelasan yang dijumpai dengan gol menyolok. Dari 25 gol (dan PSSI hanya kemasukan 6 gol) 19 di antaranya lahir dari kaki Ramang. Berkat prestasi Ramang, Indonesia masuk dalam hitungan kekuatan bola di Asia. Satu demi satu kesebelasan Eropa mencoba kekuatan PSSI. Mulai dari Yugoslavia yang gawangnya dijaga Beara, salah satu kiper terbaik dunia waktu itu, klub Stade de Reims dengan si kaki emas Raymond Kopa, kesebelasan Rusia dengan kiper top dunia Lev Jashin, klub Locomotive dengan penembak maut Bubukin, sampai Grasshopers dengan Roger Vollentein. “Tapi itu bukan prestasi saya saja, melainkan kerjasama dengan kawan-kawan,” ujar Ramang merendah, sembari menyebut nama temannya satu per satu: Maulwi Saelan, Rasjid, Chaeruddin, Ramlan, Sidhi, Tan Liong Houw, Witarsa, Him Tjiang, Danu, Tee San Liong dan Djamiat.

Ramang dikenal sebagai penyerang haus gol. Ramang memang penembak lihai, dari sasaran mana pun, dalam keadaan sesulit bagaimana pun, menendang dari segala posisi sambil berlari kencang. Satu keunggulan yang masih diidamkan oleh setiap pemain bola kita hingga saat ini, terutama tembakan salto. Keahlian itu tampaknya karunia alam untuk pribadi Ramang seorang sebagai bekas pemain sepakraga yang ulung. Gol melalui tendangan salto yang indah dan mengejutkan seringkali dipertunjukkan oleh Ramang. Satu di antaranya saat PSSI mengalahkan RRC dengan skor 2-0 di Jakarta. Kedua gol itu lahir dari kaki Ramang, satu di antaranya tembakan salto. Itu pertandingan menjelang Kejuaraan Dunia di Swedia, 1958. Pertandingan kedua dilanjutkan di Peking, Indonesia kalah dengan 3-4, sedang yang ketiga di Rangoon (juga melawan RRC) dengan 0-0. Sayang sekali lawan selanjutnya ialah Israel (yang tak punya hubungan diplomatik dengan Indonesia ) maka PSSI terpaksa tidak berangkat. (cat : Andai saat itu kita menang lawan Israel, maka akan tampil di Piala Dunia untuk kedua kalinya setelah pada tahun 1938 dengan nama Hindia Belanda). Mendengar kehebatan Ramang di lapangan sepakbola, tak heran jika di tahun 50-an, banyak bayi lelaki yang lahir kemudian diberi nama Ramang oleh orangtuanya.

Jika Ramang ditanya mengenai pertandingan paling berkesan, di sejumlah media, ia menyebut ketika PSSI menahan Uni Soviet 0-0 di Olimpiade Melbourne 1956. “Ketika itu saya hampir mencetak gol. Tapi kaus saya ditarik dari belakang,” kata Ramang. Kejayaan Ramang ternyata singkat saja, tahun 1960, sesudah namanya sempat melangit ia dijatuhi skorsing. Ramang dituduh makan suap. Tahun 1962 ia dipanggil kembali, tapi pamornya sudah berkurang. Pada tahun 1968, dalam usia 40 tahun, Ramang bermain untuk terakhir kalinya membela kesebelasan PSM di Medan, yang berakhir dengan kekalahan. Meskipun setelah itu kariernya di sepakbola tidaklah betul-betul mati. Saat ia sedang menggelepar-gelepar seperti ikan di daratan, ia mendapatkan panggilan Bupati Blitar untuk menjadi pelatih di sana.

Karier kepelatihan Ramang juga tercatat di PSM dan Persipal Palu. Sewaktu menjadi pelatih di Persipal, ia bahkan pernah dihadiahi satu hektar kebun cengkeh oleh masyarakat Donggala, Palu, karena prestasinya membawa Persipal menjadi satu tim yang disegani di Indonesia. Penghargaan seperti ini tak pernah ia dapatkan di PSM Makassar. Tetapi menjadi pelatih sepakbola ternyata tidak mudah bagi seorang tamatan Sekolah Rakyat seperti Ramang. Ia kemudian harus disingkirkan pelan-pelan hanya karena ia tidak memiliki sertifikat kepelatihan. Dalam melatih, Ramang hanya mengajarkan pengalamannya ditambah dengan teori yang pernah ia dapatkan dari mantan pelatih PSSI, Tony Pogacknic, yang ia sangat hormati.

Ramang pernah menyebut bahwa pemain sepakbola sepertinya tidak lebih berharga dari kuda pacuan. “Kuda pacuan dipelihara sebelum dan sesudah bertanding, menang atau kalah. Tapi pemain bola hanya dipelihara kalau ada panggilan. Sesudah itu tak ada apa-apa lagi,” katanya dengan kecewa. Namun Ramang sudah berketetapan hati menutup kisah masa lampaunya itu. “Buat apa mengenang masa-masa seperti itu sementara orang lebih menghargai kuda pacuan?” katanya. Kekecewaan itu tampaknya begitu berat merundungnya, hingga ia seringkali sengaja sembunyi hanya untuk mengelak wawancara dengan seorang wartawan. Meski banyak dorongan dan tawaran buat menulis biografinya, ia selalu menggelengkan kepala. Dulu katanya, memang pernah ada seseorang yang menerbitkan riwayat hidupnya. Tapi ia sendiri sudah lupa judul buku dan nama penulisnya.

Suatu malam di tahun 1981, sehabis melatih anak-anak PSM, Ramang pulang dengan pakaian basah dan membuatnya sakit. Enam tahun ia menderita sakit di paru-parunya tanpa bisa berobat ke Rumah Sakit karena kekurangan biaya. Pada tanggal 26 September 1987, di usia 59 tahun, mantan pemain sepak bola legendaris itu meninggal dunia di rumahnya yang sangat sederhana yang ia huni bersama anak, menantu dan cucunya yang semuanya berjumlah 19 orang. Ironis memang mengetahui kisah hidup mantan bintang sepakbola itu. Apalagi Ramang kini hanya diapresiasi dengan sebuah patung yang dibuat seadanya, yang berdiri di pintu utara Lapangan Karebosi. Demikianlah kisah seputar legenda yang saat ini hampir terlupakan olen jaman. Semoga di masa yang akan datang akan lahir "Ramang-Ramang" muda  yang dapat menjadikan kembalinya kejayan sepak bola negeri ini. Ayaoooo Indonesia........!!!!
No Rasis and No Anarkis salam Ikatan Suporter Indonesia. 

 Sumber : (http://id.wikipedia.org)

Sejarah Stadion Utama Glora Bung Karno

Gelanggang Olahraga (Gelora) Bung Karno adalah sebuah kompleks olahraga serbaguna di Senayan, Jakarta, Indonesia. Kompleks olahraga ini dinamai untuk menghormati Soekarno, Presiden pertama Indonesia, yang juga merupakan tokoh yang mencetuskan gagasan pembangunan kompleks olahraga ini. Pembangunanny didanai dengan kredit lunak dari Uni Soviet sebesar 12,5 juta dollar AS yang kepastiannya diperoleh pada 23 Desember 1958.
 Dalam rangka de-Soekarnoisasi, pada masa Orde Baru, nama kompleks olahraga ini diubah menjadi Istora Senayan. Setelah bergulirnya gelombang reformasi pada 1998, nama kompleks olahraga ini dikembalikan kepada namanya semula melalui Surat Keputusan Presiden No. 7/2001.
Dengan kapasitas sekitar 100.000 orang, stadion yang mulai dibangun pada pertengahan tahun 1958 dan penyelesaian fase pertama-nya pada kuartal ketiga 1962 ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Menjelang Piala Asia 2007, dilakukan renovasi pada stadion yang mengurangi kapasitas stadion menjadi 88.083 penonton.

Sumber : (http://www.google.co.id/)